Author  : Wie_SuSHInXo

Tittle     : I Hope it’s You

Genre    : Romance, Family, Friendship (Kisah tentang perpaduan dua Negara : Indonesia-Korea)

Rating   : PG-15

Length  : ?

Cast       :

  • Kim Min Gi / Giya (OCs)
  • Choi MinHo (SHINee)
  • Choi Ki Ho a.k.a Kay (Anggap ini kembarannya MinHo)
  • Jessica Jung (SNSD)

Other cast : Temukan sendiri ! sewaktu-waktu bisa berubah…J

Attention : Cerita ini hanya fiktif belaka, murni hasil pikiran saya sendiri, bergadang setiap hari    hanya untuk menemukan ide ceritaaa #Streeesssss !!! 😛 = Apabila ada kemiripan nama, cerita atau sebagainya, saya minta maaf, karena ini kata-kata hapalan dari otak saya yang kebetulan tiba-tiba keluar saat membuat cerita ini…Semoga readers sukaa.. khamsa…:D

♪♪*♪♪

Cinta bukanlah sebuah permainan, cinta bukanlah sebuah pepatah yang berisi omong kosong belaka, cinta juga bukan hanya sepatah kata yang tak bermakna, tapi cinta adalah sesuatu yang sakral yang melahirkan rasa kasih yang abadi…

♪♪*♪♪

Seorang pramugari memberitahukan kepada seluruh penumpang lewat microphone nya bahwa tak lama lagi pesawat yang mereka tumpangi akan segera mendarat di Columbia Airport. Selama perjalanan Min-Gi hanya mendengarkan streaming music dari tabletnya dan membaca novel. Sesekali ia menguap, tapi tak kunjung juga tertidur seperti hal nya lelaki yang duduk tepat disampingnya ini. Su-Ho terlihat sangat menikmati tidurnya, Min-Gi melirik sekilas ke arah kakaknya itu, ia tersenyum ketika mengingat janji Su-Ho seminggu yang lalu, saat ia berkata akan membawa Min-Gi berlibur, dan sekarang, kakaknya itu telah menepati janjinya dengan membawanya ke sungai Cano Crystales yang berada di kota Macarena, Kolumbia. Gadis ini sudah tak sabar untuk segera kesana, berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, indah kah tempat itu, cantik kah, mengagumkan kah, banyakkah turis yang berkunjung disana, seperti apa aslinya tempat itu, dan berbagai pertanyaan lainnya.

Su-Ho terbangun dan melihat Min-Gi yang sedang membaca novel tebal ditangannya, ia meregangkan tubuhnya sedikit dan menegakkan kembali sandaran kursinya hingga ke posisi semula.

“Sedari tadi kau tidak tidur ?” Su-Ho menguap dan melemparkan tatapan bertanyanya kepada gadis yang sedang asyiknya membaca novel itu. Gadis itu menoleh ke arah Su-Ho dan melepaskan headphone putihnya.

Oppa berbicara padaku ?” Min-Gi bertanya heran, ia hanya mendengar gumaman kecil seseorang dan ketika ia sadari ternyata kakaknya sudah terbangun, tampak ragu ia berpikir apakah gumaman tadi berasal dari Su-Ho?

“Iya Min-Gi yaa, aku berbicara padamu. Kenapa kau tidak tidur ? perjalanan cukup panjang, jadi tidurlah sekarang.” Su-Ho menatap adikya itu lekat-lekat.

Min-Gi mendengus, ia melirik ke arah samping kanannya dan sedikit menengok keluar jendela, dan menoleh lagi ke arah kakaknya. “Aku tidak bisa tidur oppa, dan lihatlah, sebentar lagi pesawat akan landing.” Lalu gadis itu kembali menoleh ke arah jendala dan melihat keluar, Su-Ho mengikuti arah pandang adikya, dan benar saja, terlihatlah deretan rumah-rumah, hutan, laut, dan bangunan-bangunan yang terpampang indah dibawah sana, jika dilihat dari atas seperti ini, bangunan-bangunan itu seperti miniature yang sangat indah tersusun rapi.

Su-Ho tersenyum malu, ternyata berjam-jam ia tertidur dan baru terbangun saat pesawat sebentar lagi akan mendarat.

Min-Gi menoleh dan berpikir sejenak, “Oppa, kita akan menginap dimana ?” gadis itu sedang sibuk menyimpun barang-barangnya yang telah ia keluarkan, sedikit kwalahan karena beberapa novel dan majalah yang terhambur di atas meja kecil di depannya membuatnya kerepotan untuk memasukkan semuanya kedalam ransel putihnya. Ia mendesah kesal saat memungut pulpen yang terjatuh di bawah seat yang ia duduki..

Su-Ho tersenyum samar memperhatikan Min-Gi yang sibuk berkutat dengan barang-barangnya itu. “Beres!” gadis itu menarik napas lega.

“Di midscale, dekat dengan bandara.” Su-Ho berkata pelan.

Min-Gi mengangguk tanpa mengatakan apa-apa.

Tak lama kemudian, pilot mengumumkan bahwa pesawat yang mereka tumpangi sebentar lagi akan mendarat walaupun sedikit ada turbulensi karena cuaca sedang tidak bagus. Waktu pendaratan lebih cepat 7 menit dari jadwal departure yang seharusnya.

∞*∞

Su-Ho dan Min-Gi berjalan menyusuri bridge yang menghubungkan pesawat dengan terminal Columbia Airport, saat pertama turun dari pesawat, satu kata sudah terlintas di benak Min-Gi, BESAR !!!, begitulah pemikirannya mengenai bandara ini.

Begitu keluar dari bandara, mobil telah siap bertengger di depan arena parkiran, dengan heran Min-Gi mengikuti langkah kaki kakaknya yang menuju dimana mobil itu telah menunggu mereka. Menunggu?? Percaya diri sekali. Tapi ia tak bertanya juga, hanya diam dan tetap mengikuti langkah Su-Ho yang semakin cepat.

Di kejauhan beberapa meter dari jaraknya sekarang, Min-Gi melihat Su-Ho sedang berbicara dengan pria yang ia yakini adalah supir dari mobil tersebut, karena orang itu menggunakan baju seragam lengkap dengan berbagai pernak-pernik disekitar baju dan topinya. Ia berdecak kesal, bisa-bisanya Su-Ho meninggalkan dia yang sekarang berada jauh di belakangnya.

Begitu sampai, Su-Ho meliriknya sekilas, dan tersenyum sebentar lalu melanjutkan percakapannya lagi dengan pria itu dengan bahasa yang terdengar asing ditelinga Min-Gi, ia hanya megerutkan kening mendengarkan kedua orang itu berbicara seperti membaca mantra. Kakaknya itu memang menguasi banyak bahasa. Min-Gi berdecak kagum.

Setelah selesai berdiskusi, pria itu berjalan memutari mobil dan membukakan pintu penumpang sembari tersenyum ramah mempersilahkan kedua penumpang itu segera memasuki mobil tersebut.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Min-Gi masih bingung dengan keadaan disini, ia ingin bertanya tetapi Su-Ho terlalu sibuk berbincang dengan supir itu, seakan mengetahui apa yang ada dalam pikiran Min-Gi, Su-Ho segera berbalik menghadap adiknya yang sedang memejamkan mata sembari mendengarkan music.

“Apa yang ingin kau tanyakan, Min-Gi yaa ?” Su-Ho mengangkat alisnya sebelah, ia seperti peramal saja. Insting seorang dokter memang tidak bisa diremehkan.

Min-Gi mengerucutkan bibirnya, kenapa baru sekarang sih sadarnya oppa ! pikirnya.

“Ini mobil beserta supirnya darimana oppa ? kau menyewa mobil ?” kening gadis itu terangkat heran. Memang mobil ini tidak seperti taxi, mengingat mobil ini adalah Toyota New Rash, dan seragam lelaki itu bukan seragam pegawai taxi pada umumnya.

Oppa tidak menyewa mobil, ini memang pelayanan dari hotel itu, dan beruntungnya manajer hotel ini adalah teman oppa.” Su-Ho menjelaskan kepada Min-Gi dengan bahasa Inggris, ia tidak ingin dianggap tidak sopan karena menggunakan bahasa yang tidak diketahui supir itu, tidak enak, karena supir itu sedari tadi memperhatikan mereka lewat kaca depan. Sebenarnya, siapa yang tidak sopan ?

Min-Gi mengangguk-angguk tanda mengerti, ia mengalihkan pandang keluar jendela, sepertinya sekarang sedang musim hujan, udara terasa lembab, dan hujan mulai turun walaupun tak deras.

Tak lama setelah menaungi jalanan yang ramai akan manusia dan perumahan-perumahan indah disekitar kota, merekapun tiba di depan sebuah hotel mewah.

Su-Ho dan Min-Gi berjalan beriringan menyusuri lobi lantai bawah yang begitu luas, di lobi itu terdapat ruang tamu berisi seperangkat sofa mewah, televise berukuran 60 inchi, dan beberapa hiasan bunga di sekitar ruang tamu itu. Sementara menunggu Su-Ho yang sedang mem-boking kamar, Min-Gi segera menuju ke ruang tamu tersebut dan duduk dengan tenang sembari memainkan jari-jarinya untuk menggambar pemandangan yang ia lihat sekarang di handphone touchscreen Galaxy nya.

Tak lama kemudian, Su-Ho datang menghampirinya dan memberikan kunci kamar Min-Gi yang berupa card key. Mereka segera berjalan menuju lift dengan ditemani waiter yang membawakan barang bawaan mereka.

“Nanti kita akan makan malam di lobi atas. Jadi bersiap-siaplah jam delapan. Arraseo ? oppa mau istirahat sebentar, dan kau juga Min-Gi, beristirahatlah.” Su-Ho tersenyum dan berbalik ke kamarnya, yang berada tepat di samping kamar Min-Gi, meninggalkan tanda tanya dibenak gadis itu, dimana-mana ruang makan selalu terletak di lobi dasar, dan baru saja, kakaknya itu mengatakan padanya bahwa mereka akan makan malam di lobi atas ? ah, mungkin ini desain terbaru, buat apa terlalu dipusingkan, yang terpenting makanannya tidak mengecewakan. Pikir gadis itu, ia mengangkat bahu dan memasukkan card key nya, lalu beberapa detik kemudian, dengan satu gesekan, bunyi dentingan terdengar dan pintu terbuka dengan otomatisnya.

∞*∞

Malam harinya, seperti yang dikatakan Shin Su-Ho bahwa jam delapan ia harus sudah bersiap-siap, dan sekarang ia melakukan perintah itu. Awalnya Min-Gi dipusingkan dengan pakaian apa yang akan dia kenakan, karena tak mungkin ia makan malam di hotel mewah ini hanya menggunakan T-shirt dan celana jeans, atau dengan tank top yang di lapisi dengan cardigan. Akhirnya, setelah berpikir selama setengah jam, ia pun memilih gaun hitam selutut dengan hiasan beberapa batu biru sapir di bagian depan pinggangnya. Rambutnya yang panjang bergelombang ia biarkan tergerai, dan memakai bando yang senada dengan warna batu sapir itu.

Terdengar suara bel, yang ia yakini pasti kakaknya lah yang berada di seberang sana. Dan benar saja, saat Min-Gi membukakan pintu, terlihatlah dalam pandangannya, Su-Ho menggunakan T-Shirt putih dipadukan dengan black blazer straight single button yang tangannya sengaja digulung hingga ke siku, dan  mengenakan celana grey simple denim. Min-Gi ternganga melihat tampilan kakaknya, tampan sekali, seandainya ia hanya gadis biasa yang tidak mempunyai hubungan sedarah dengan seorang Shin Su-Ho, ia pasti sudah tergila-gila dengan lelaki yang bersandang status sebagai kakak kandungnya itu.

“Wah, daebak ! kau tampan sekali oppa.” Gadis itu berkeliling menatap dan menilai dandanan kakaknnya yang berdiri tegap dihadapannya dan sesekali berdecak kagum. Tak menyangka bahwa kakaknya yang selalu terlihat formal itu bisa berpakaian seperti ini, dan sudah jelas terlihat ia memang tampan. Mengingat umurnya yang masih sekitar dua puluh limaan ke atas, dan dengan wajahnya yang awet muda itu, bisa dipastikan, orang-orang yang melihatnya akan berpikiran bahwa lelaki ini masih anak muda yang berstatus pelajar. Su-Ho yang merasa sedang dinilai adiknya itu membusungkan dada dan mengangkat arrogant wajahnya.

Su-Ho berdeham kecil, “Aku memang tampan.” Jawabnya dengan penuh percaya diri, Min-Gi yang masih menilai penampilan kakaknya itu segera berhenti dan mendengus sebal.

“Ck, percaya diri sekali !” Su-Ho hanya tersenyum simpul melihat kelakuan Min-Gi. Dan baru ia sadari, kalau adiknya ini juga terlihat cantik dengan gaunnya itu.

“Adikku satu ini juga terlihat cantik, setidaknya tidak membuatku malu saat makan malam nanti,” begitu cepat kalimat yang terlontar dari bibir Su-Ho selesai, begitu juga cepatnya ia mendapatkan tatapan tajam dari Min-Gi.

“Tidak adil ! aku sudah memujimu oppa, tapi kau malah mengejekku.” Min-Gi mengerucutkan bibirnya sembari menggembungkan pipinya.

Oppa tidak mengejekmu Min-Gi yaa, oppa bilang kau cantik kan ? apa kau tidak mendengarnya ?”

“Tapi dengan embel-embel mengejekku.”

“Haha. Baiklah, kau terlihat cantik dengan gaun itu Min-Gi yaa, sudahkan ? sekarang, ayo kita pergi ! kita sudah membuang waktu saat berbicara disini.” Shin Su-Ho menahan tawanya agar tidak lepas sembari menyenggolkan lengannya ke lengan adiknya itu. Tak lama kemudian, Min-Gi tersenyum, ia memang tidak bisa marah pada kakaknya yang satu ini.

“Oke. Tunggu oppa, aku ke dalam sebentar.” Min-Gi segera memasuki kamar, mengambil tas gandeng kecilnya untuk menaruh beberapa barang yang ia butuhkan, dan tak lupa juga mengambil card key untuk mengunci pintu kamar saat ia keluar.

∞*∞

Ternyata seperti ini ruang makan di lobi atas. Memang terdapat segala perlengkapan makan disana juga tersedia berbagai macam makanan, ruangan ini cukup besar untuk menampung beberapa puluh orang yang sedang nikmatnya menyantap makanan mereka. Min-Gi mengira, ia dan Su-Ho akan makan malam disini berbaur dengan para pengunjung lainnya, ternyata perkiraannya salah, Su-Ho hanya mengajaknya mengambil makanan dan setelah itu mereka berdua menyusuri ruangan kecil seperti lorong di pojok kiri lobi itu. Min-Gi berpikir bahwa lorong yang akan mereka masuki itu gelap, seperti pada umumnya para lorong disediakan memang dalam keadaan gelap. Dan sekali lagi perkiraannya itu salah. Lorong ini sangat indah dengan lampu-lampu hias yang menerangi setiap jalannya, dialasi dengan karpet merah. Hotel ini sungguh mewah.

Sepanjang perjalanan di lorong, terdapat lukisan-lukisan yang terpampang di setiap dindingnya, seakan memang disediakan untuk para pengunjung yang berjalan di area ini dan menikmati pameran lukisan yang berkisar beberapa meter di setiap lukisan itu.

Di ujung lorong, terlihatlah sebuah tangga spiral yang arah tangga itu menuju ke atas. Banyak juga orang-orang yang sedang mengantri untuk menaiki tangga itu. Min-Gi dan Su-Ho pun harus rela membiarkan perut mereka yang sudah kelaparan ini menunggu untuk ikut mengantri. Min-Gi menatap makanannya dengan intens. Berkali-kali ia berdecak kesal. Apa-apaan sih kakaknya ini. Mau di bawa kemana lagi dia.

Oppa, sebenarnya kita makan dimana sih ? aku sudah lapar.” Gerutu gadis itu sembari meratap ke arah Su-Ho yang dengan tenangnya tersenyum.

“Sabarlah. Dan nanti kau bisa menilai sendiri seperti apa tampat itu.” Sekarang, tiba giliran mereka untuk menaiki tangga spiral yang menjulang ke atas itu. Sedikit tertatih Min-Gi membawa nampan yang berisi makanannya.

Oppa, kenapa tidak pakai lift saja sih ? menyebalkan !” berkali-kali gadis ini mengomel tak karuan. Su-Ho tak memperdulikannya, karena ia tau perangai adiknya ini. Percuma saja di ladeni.

“Tidakkah kau lihat dinding-dinding ini begitu indah ?” Su-Ho berbalik, melihat kebawah, ke arah Min-Gi yang sedang tertunduk memperhatikan setiap anak tangga yang ia naiki. Su-Ho berdecak kesal. “Ck, Min-Gi yaa ! jangan melihat tangganya terus, lihatlah pada dinding ini, dan ini.” Su-Ho menunjuk ke arah dinding-dinding yang penuh dengan lukisan tangan yang sangat indah. Lukisan itu terlihat menyala terang saat tak terkena cahaya lampu, pemandangan dalam lukisan ini seperti lantai apartemen paling atas yang menghadap ke langit, tepatnya loteng. Min-Gi mendongak mengikuti arah telunjuk Su-Ho dan benar, pemandangan lukisan yang di suguhkan sangat indah. Inilah alasan kenapa disini dibuat tangga spiral, karena pengunjung akan lebih memperhatikan letak keindahan hotel ini.

Saat kaki pertama berpijak di tangga terakhir, dimana sebuah tempat terbentang indah dihadapannya. Mata Min-Gi semakin membesar ketika melihat pemandangan yang sudah tak asing lagi di memori ingatan gadis itu, ia sepertinya pernah melihat tempat ini. Dan bagaikan déjà vu, ternyata pemandangan ini lah yang ia lihat selama menaiki tangga spiral tadi. Pemandangan ini lah yang terlukis disana, dimana tempat yang bertemu langsung dengan langit, tak ada pelindung di atas atap ini, jadi bisa berbaur dengan angin dan udara malam. Bintang-bintang terlihat terang di langit musim penghujan. Tempat ini sudah seperti acara pesta barbeque  yang dipenuhi dengan orang-orang yang juga ingin menikmati pemandangan alam sekitar. Shin Su-Ho dan Min-Gi mengedarkan pandangan mencari meja makan yang masih kosong, dan beruntung mereka mendapatkannya tepat di pojok dekat pagar pembatas.

“Oh, Dear ! disini indah sekali oppa. The Beautiful Hotel. Mulai dari interiornya, ruangannya, kamarnya, lorongnya, sampai loteng ini sekali pun, semuanya keren. Bagaimana bisa oppa mendapatkan tempat seperti ini ? searching di internet ?  wah, pilihan yang tepat.”

Tepat setelah selesai berbicara, seseorang datang menghampiri meja yang ditempati oleh kakak beradik itu dengan wajah sumringah dan menepuk pelan bahu Shin Su-Ho.

Annyeong, Su-Ho ssi29, bagaimana kabarmu ? maaf aku tidak bisa menemui mu tadi siang, karena kau tau, aku sedikit sibuk.” Lelaki jangkung berkaca mata itu tersenyum lebar, ia melirik Min-Gi sekilas yang sedang duduk tepat di hadapannya. “Boleh aku duduk ?” Kris menatap kakak beradik itu seakan meminta persetujuan mereka terlebih dahulu, setelah mendapatkan anggukan dari keduanya, tanpa basa-basi lagi ia segera duduk dengan santai.

Su-Ho yang awalnya terkejut karena lelaki itu tiba-tiba mengagetkannya dari belakang kini menjadi sumringah saat melihat teman semasa SMA nya dahulu.

“Annyeong Kris ssi, seperti yang bisa kau lihat sekarang, aku selalu baik. Bagaimana denganmu ?”

“Aku juga selalu baik.” Kris melirik ke arah Min-Gi yang masih dengan setia memandang sekeliling, tak sadar telah diperhatikan oleh pria yang sedang duduk dihadapannya. Su-Ho mengikuti arah pandang lelaki itu, ia berdeham kecil. Kris yang sekarang menyadari bahwa juga ada sepasang mata yang mengawasi dia segera tersenyum kikuk dan langsung menghadap Su-Ho.

Kris mendekat ke arah Su-Ho dan berbisik. “Cantik sekali. Apa dia kekasih barumu ? yang beberapa tahun lalu kau ajak kemari kemana ? putus ?”

Skakmat !!!

Walaupun suasana begitu ramai akan para pengunjung, tetapi gadis yang sedang duduk manis dihadapan dua orang lelaki itu dapat mendengarkan sekecil apapun suara yang keluar dari bibir lelaki dihadapannya ini. Min-Gi sedikit terkejut saat mendengar kalimat terakhir lelaki berkaca mata itu, Su-Ho pernah mengajak wanita kemari ? kapan? Dan putus ? apa maksudnya ini. Ia melihat ke arah kakaknya yang terlihat sama terkejutnya dengan dia, mungkin kakaknya itu lebih terkejut lagi.

Su-Ho menarik nafas panjang dan berbicara pelan berusaha agar suaranya terdengar normal. “Aku hampir lupa mengenalkannya padamu, dia adikku, Shin Min-Gi. Min-Gi yaa, ini sahabatku, Kris.” Su-Ho sebisa mungkin mengatur emosinya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabatnya itu.

Min-Gi tersenyum simpul saat sebuah tangan mengarah ke arahnya yang telah siap untuk dijabat. Mereka bersalaman dan membungkukkan tubuh sedikit. Tak selang beberapa detik, terdengar nada dering handphone yang berbunyi cukup nyaring, Kris  segera menjawab telepon tersebut.

“Yeoboseyo ? ah, iya, saya sekarang berada di hotel pak, kenapa ? ada yang bisa saya bantu ? oh, baiklah. Saya akan segera kesana.” Kris terlihat sedikit terburu-buru untuk beranjak pergi setelah mendapatkan panggilan.

“Su-Ho ssi, maaf, aku tak bisa berlama-lama disini, karena ada pekerjaan lagi yang sedang menantiku. Aku tidak tau apa yang sedang terjadi antara kau dengan Taerin, tapi saat kau bertemu dia, tolong sampaikan salamku.” Kris berdiri disusul juga dengan Su-Ho dan Min-Gi. Lelaki itu menatap Min-Gi sekilas dan tersenyum ramah. “Sampaikan juga salamku untuk adikmu. Aku rasa aku menyukainya, love in first sight.” Ia berbisik sepelan mungkin agar tak bisa di dengarkan oleh objek yang sedang dibicarakan. Su-Ho segera memberikan tatapan mematikan kepada lelaki jangkung yang kini mulai melenggang pergi. Dari jauh ia tertawa dan melambaikan tangan, “jangan lupa sampaikan salamku untuk keduanya !” lelaki itu berteriak kencang.

Kepergian Kris meninggalkan berbagai macam pertanyaan dibenak Min-Gi, tetapi tidak untuk Su-Ho, ia sudah terlalu sakit, sehingga tak perlu lagi ada pertanyaan yang harus ditanyakan, sahabatnya itu telah mengingatkannya akan masa lalu yang selama ini ingin ia lupakan.

∞*∞

Matahari bersinar cerah, memberikan efek semangat dalam diri setiap umat yang berada di Negara itu. Pagi ini hujan mulai turun dengan lebat, meninggalkan genangan air yang menghiasi setiap kubangan dijalanan, tapi walaupun begitu, tidak akan membuat para pekerja, pelajar maupun pengangguran berhenti melakukan aktifitas dengan hanya tidur di dalam ruangan yang hangat dan nyaman, mereka akan tetap melaksanakan segala kegiatan yang menjadi rutinitas sehari-hari. Begitu juga halnya  dengan Min-Gi, pagi ini setelah hujan mereda, dia dan Shin Suho akan segera pergi ke tempat tujuan mereka, yaitu Cano Crystales yang terletak beberapa kilometer dari hotel yang mereka tempati.

Min-Gi keluar ke arah balkon kamarnya, menjulurkan tangannya ke depan, dan menengadah ke atas langit, “sepertinya hujan telah berhenti.” Gumamnya. Segera ia berbalik dan menuju ke kamar kakaknya.

“Oppa, buka pintunya !” Min-Gi menekan bel dihadapannya dengan tidak sabar. Tak ada sahutan yang terdengar.

“Oppa !” teriaknya sekali lagi. Tetap tak ada tanggapan dari Shin Su-Ho, ia mulai panik dan menekan bahkan menggedor pintu berkali-kali. “Oppaaaa !!! Apa kau didalam ??”, tidak kehabisan akal Min-Gi kembali lagi kekamarnya dan mengambil handphone. Secepat mungkin ia mencari contact name di handphone nya dan menekan tombol call.

Min-Gi menghentakkan kakinya dengan tidak sabar, masih tak ada jawaban dari kakaknya. Apakah Su-Ho masih tidur, atau kemana sih ! gerutunya kesal. Satu kali, dua kali masih tidak di jawab, dan setelah panggilan ketiga, terdengar suara serak diseberang sana.

“Yeoboseyo ? kenapa Min-Gi yaa ?” Su-Ho menjawab teleponnya dengan malas.

“Oppa, kau kemana saja sih ? sekarang, buka pintunya ! aku diluar.” Shin Su-Ho dengan langkah gamang berjalan menuju pintu kamarnya dan melihat intercom yang terletak di samping pintu, dan benar saja Min-Gi sudah berada disana dengan tampang kusut.

Ceklek… pintu terbuka…

“Astaga Oppa ! kau baru bangun tidur ? aku menekan bel pintumu berkali-kali, bahkan sampai menggedornya pun oppa tidak dengar ? hebat !” gadis itu menatap tajam ke arah Su-Ho, yang ditatap hanya bisa mendengus datar  mendapatkan omelan pagi-pagi dari adiknya ini.

“Aisssh, berhentilah marah-marah Min-Gi, kau terlihat mengerikan seperti eomma.” Pria itu mengangkat ujung bibirnya membentuk senyuman yang indah. Rambutnya acak-acakan, ia hanya mengenakan kaos putih oblong dengan celana training abu-abu, sangat berbeda dengan kesehariannya yang terlihat rapi dan elegan.

“Yasudah! Sekarang oppa bersiap-siaplah, bukankah hari ini kita akan pergi ke sungai itu. Cuaca sudah cukup cerah untuk jalan sekarang.”  Seru gadis itu, berbagai ekspresi terdapat diwajahnya. Gadis ini benar-benar menuruni sifat eomma, cerewet sekali ! gerutu Su-Ho dalam hati. Ia menatap adiknya itu dengan mata sayu, pagi ini dia benar-benar mengantuk, karena semalam ia memang tidak bisa tidur, berkali-kali ia memejamkan mata, tapi tak  kunjung juga tertidur, seseorang telah mengacaukan pikirannya.

“Oh, baiklah, berhentilah mengoceh, kau cerewet sekali Min-Gi yaa!” Shin Su-Ho segera berbalik dan melenggang pergi tak lupa menutup pintu meninggalkan Min-Gi yang telah siap melontarkan berbagai macam kata, tapi di urungkannya, dengan kesal ia meninggalkan kamar Shin Su-Ho. Menyebalkan sekali ! tak pernah dia melihat tatapan itu dimata kakaknya. Ada yang tidak beres disini. Pikirnya, berusaha menganalisis apa yang terjadi dengan Su-Ho.

∞*∞

            Sebuah pemandangan terbentang indah di depan kakak beradik itu. Sungai dengan berbagai macam warna telah membuat mata mereka menjadi fresh. Sungai Cano ini dikelilingi oleh pepohonan yang hijau, bebatuan besar di setiap pinggirannya dan ada juga air terjun kecil yang mengalir deras di setiap tanjakan yang menurun.

Kini Min-Gi berdiri diatas bebatuan besar sambil membidikkan kameranya ke arah tempat-tempat yang menakjubkan untuk di abadikan gambarnya.

“Oppa tempat ini indah sekali.” Serunya. “ternyata memang benar apa yang dikatakan para netizen mengenai sungai Cano ini. Amazing !”

“Iya,” sahutnya datar, sembari mengarahkan kameranya ke tempat yang akan menjadi objek pemotretannya.

“Tidak sia-sia kita kesini. Oh ya oppa, saat datang kemari tadi kita menempuhnya dengan naik kuda, dan saat pulang nanti aku ingin mencoba naik bagal(campuran spesies kuda dan keledai=keturunan kuda betina dan keledai jantan), boleh ya ?” Min-Gi menatap kakaknya itu dengan pandangan memohon.

Su-Ho meliriknya sekilas. “Oke, oppa juga ingin mencobanya. Sepertinya seru.” Lelaki itu menatap layar cameranya sebentar, berdecak kagum beberapa saat dan melanjutkan lagi kegiatan berfoto rianya. “kita sangat beruntung karena bisa melihat Cano seperti sekarang ini. Sangat indah.” Ujarnya kembali.

“Kenapa ?” tanya Min-Gi diselimuti rasa penasaran. Ia hanya focus pada kalimat yang kelak akan meluncur dari bibir kakaknya itu.

“Karena, keindahan ini hanya beberapa hari saja. Mungkin karena ini juga yang menambah keistimewaan Cano Crystales. Setelah memasuki musim kemarau, Cano Cristales akan berubah menjadi sungai yang biasa saja, seperti sungai-sungai pada umumnya.” Shin Su-Ho berhenti sejenak, menyusun kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. Sesegera mungkin ia melanjutkan perkataannya, karena tak tahan melihat wajah Min-Gi yang terlihat sangat antusias. “Air sungai menjadi dangkal dan ganggang warna-warni pun pada tidur, kira-kira seperti itulah pribahasanya. Jadi sekarang, kita sangatlah beruntung karena bisa datang tepat saat keindahan Cano ini muncul.” Lanjut Su-Ho sembari memandang sungai indah yang terbentang di hadapannya.

Min-Gi mengangguk tanda mengerti, ia memperhatikan sekelilingnya, baru ia sadari ternyata tak banyak orang disini, hanya beberapa wisatawan dari Inggris, Jepang, India dan beberapa pemandu mereka, tentunya warga Macarena asli yang sedang memperkenalkan tempat ini.

Min-Gi mendengus dan kembali focus pada kameranya. “Sedikit sekali yang datang, padahal tempat ini begitu indah.”

Shin Su-Ho mengangkat bahu dan memperhatikan keadaan sekeliling. “Mungkin karena keterpencilan tempat serta sulitnya akses.” Gumamnya. “Jarang ada agen perjalanan menawarkan tour kesini. Pemerintah setempatpun belum tergerak untuk menggarap objek wisata istimewa ini. Jadi, kepopuleran Cano Crystales hanya karena promosi dari mulut ke mulut para wisatawan yang kebetulan datang kesini. Atau seperti kamu, hanya melihat foto-foto Cano dari dunia maya saja.” Gumam Su-Ho sambil menepuk kepala adiknya yang cerewet dan banyak tanya ini, kemudian melanjutkan kegiatan memotretnya  yang tadi sempat tertunda.

“Oppa tau ? aku rasa oppa tidak hanya cocok jadi seorang dokter, jadi pemandu turis boleh juga. Penjelasan oppa sangat terperinci, seperti pernah datang kemari saja.” Min-Gi berbicara tanpa melepaskan matanya dari layar kamera yang ia pegang.

“Sebelumnya oppa memang pernah datang kemari, tapi saat itu oppa kurang beruntung, karena tidak bisa melihat keindahan Cano Crystales ini. Dan paman berharap bisa kemari lagi dan bisa melihat keistimewaan sungai ini, dan ternyata harapan paman terkabul. Tapi sayang sekali paman tidak bisa menunjukkan keindahan ini pada teman paman.” Su-Ho tertegun. Kata-kata itu mengalir deras dari bibirnya tanpa bisa ia cegah. Dan tanpa sengaja Min-Gi menangkap atmosfir kurang mengenakkan diwajah kakaknya itu, terlihat semburat kekecewaan. Kening gadis itu berkerut, apa yang terjadi dengan oppa ?

Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya tentang kejadian semalam. Dimana Hyun Woo menyinggungkan sebuah nama yang mampu membuat Su-Ho tak mampu berkutik. Apa wanita yang bernama Taerin itu teman yang dimaksudkan oleh oppa ?

Dengan sedikit keberanian, gadis itu mulai bersua. “Oppa…” panggilnya, Su-Ho menoleh dan menatapnya. “Apakah Taerin ? errr… teman yang oppa maksud ?”

Su-Ho menarik napas panjang dan dengan perlahan menghembuskannya. “Ya, memang dia yang oppa maksud.” Jawabnya datar. Ia berpikir sejenak lalu melanjutkan, “ Seseorang yang pernah mengisi hati oppa.” Min-Gi terkejut manakala mendengar pengakuan kakaknya itu, selama ini Su-Ho yang selalu professional yang selalu dia anggap tidak mempunyai waktu untuk mengurus masalah percintaan bisa mengatakan hal seperti itu. it’s impossible ! batinnya. Ia masih setia menunggu kalimat yang akan di teruskan oleh kakaknya. Lama ia menunggu, tapi tak kunjung juga sepatah kata pun keluar dari bibir Su-Ho. Gadis itu mendesah kesal. Mungkin Su-Ho belum siap mengatakan semuanya, suatu saat nanti ia sangat yakin, kakaknya itu akan terbuka dan berbagi cerita dengannya.

Lama mereka berada di Cano Crystales. Menikmati pemandangan yang diberikan Tuhan untuk dinikmati keindahannya, berfoto ria, dan bersenda gurau di hamparan mata air yang mengalir deras mengitari sungai Cano. Keadaan itu mampu membuat Shin Su-Ho melupakan apa yang sejak tadi malam menghantui pikirannya. Ia sekarang berusaha untuk melupakan semuanya. SEMUANYA. Tanpa terkecuali.

∞*∞

          Meja makan penuh dengan berbagai macam makanan. Min-Gi yang sejak tadi kebingungan dengan kedatangan ayahnya yang tiba-tiba kini bertambah bingung karena harus ikut membantu menyiapkan semua makanan yang kini berada di tempat seharusnya. Bukan hanya itu saja, ia juga diperintahkan  eomma nya untuk berdandan yang cantik. Apa maksudnya ini ???

“Ada sahabat eomma dan appa yang akan berkunjung kemari, makanya kita mempersiapkan semuanya.” jelas eomma ketika Min-Gi mempertanyakan maksud dan tujuan dinner yang mereka siapkan ini.

“Sepenting itu kah ? hanya untuk makan malam ini appa sampai rela datang kemari dan appa hanya 3 hari disini ?” Min-Gi mengoceh tanpa henti sembari mondar-mandir dari arah dapur ke meja makan. Ia mendengus dan melihat ke arah ayahnya. “Appa ! kenapa tidak tinggal beberapa minggu lagi ?”

Indra Anggara yang sedang menyeruput kopi melirik sekilas ke arah anak bungsunya itu. “Ayah sibuk Giya, dan di beri cuti hanya untuk 5 hari. Dan ayah rasa makan malam ini sangat penting. Nanti kamu akan tau.” Indra tersenyum simpul dan kembali menatap layar televise yang menyiarkan acara berita. Min-Gi yang mendengarkan alasan ayahnya itu hanya bisa mengangguk pasrah.

Ting Tong…

Semua penghuni yang berada dirumah elite itu segera berpaling ke arah pintu.  Tamu yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Makanan telah siap, begitu juga dengan kedua orang tua Min-Gi yang telah rapi dengan busana mereka. Sedangkan Min-Gi ? Ia mengenakan dress pink dengan cardigan berwarna putih yang diberikan oleh eommanya.

Indra berdiri dan menghadap ke arah Min-Gi. “ Giya, tolong buka pintunya. Itu pasti mereka.” Ujarnya. Min-Gi mengangguk dan berjalan ke arah pintu untuk menyambut tamu ‘istimewa’ kedua orang tuanya.

Klek…

Min-Gi tersenyum kepada kedua orang tua yang berpakaian elegan dihadapannya. Kedua orang  tua itu juga memberikan senyuman terhangat yang bisa mereka berikan kepada gadis cantik ini. Terlihat tatapan takjub dari kedua mata mereka.

Min-Gi membungkuk dan memberi salam. “Annyeong, silahkan masuk ahjumma, ajeossi dan err…” ia berhenti sejenak berusaha mengenali seseorang bertubuh jangkung yang kini berdiri membelakanginya, dia berdiri tepat di belakang –yang-Min-Gi-yakini- sebagai –orang-tua- dari lelaki itu. Lelaki itu segera berbalik dan menatap ke arah Min-Gi. “Oh, Hai Kk…ay” belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, seseorang lagi dengan sedikit terburu-buru menyusul dibelakang lelaki yang bertubuh jangkung itu. Min-Gi terkejut. Dan kali ini sangat terkejut. Dua orang pria yang berdiri dihadapannya ini bagaikan bercermin satu sama lain. Min-Gi memperhatikan mereka satu persatu. Ia masih tercengang. Si kembar dihadapannya ini memiliki tubuh dan wajah yang begitu mirip, dan sama-sama tampan pula, tidak ada yang berbeda, hanya gaya rambut yang membedakan mereka. Kay yang memiliki rambut sedikit gondrong, dan satu orang lagi memiliki rambut yang sedikit pendek.

Kay juga tekejut melihat Min-Gi yang tepat berada dihadapannya. “Astaga Min-Gi ! ternyata ini rumah mu ? dan ternyata orang tua kita bersahabat ? aku sampai bosan mendengarkan eomma bercerita tentang persahabatan mereka.” Serunya. Ia tersenyum sumringah.

Min-Gi hanya bisa diam. Ia menatap lagi ke arah pria yang menggelar sebagai saudara kembar temannya itu, dan yang di tatap hanya menatap gadis itu dengan tatapan datar. Dingin. Min-Gi tertegun melihat tatapan itu. Ia ingat betul dengan tatapan ini.

“Bisa aku masuk sekarang ?” lelaki dengan tatapan dingin itu berbicara. Suara baritonnya terdengar seperti alunan lagu di tengah malam yang sepi.

Min-Gi menatap lelaki itu, dia terlihat sangat gugup. “Oh, Bisa. Silahkan masuk.”

“Kau menghalangi jalanku.” Ujarnya datar, tanpa ekspresi.

Min-Gi terkesiap mendengarkan nada itu, dengan sigap ia segera bergeser ke arah samping memberikan jalan untuk lelaki yang seperti ‘patung hidup’ ini. Lelaki itu segera masuk meninggalkan ketertegunan Min-Gi yang masih melamun sembari menatap punggungnya yang menjauh.

“Hei !” Kay mengibas-ngibaskan kedua tangannya dihadapan Min-Gi. Gadis itu segera tersadar dari  lamunannya.

“Ah, iya. Silahkan masuk Kay. Dan…” Min-Gi menatap Kay sekilas. “Kau punya saudara kembar ?” serunya. Ia memberikan tatapan membunuh kepada Kay, seakan berkata –kenapa- kau- tidak- bilang- ?-.

Kay tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi dan bersih. “Haha. Iya, dia saudara kembarku, Choi Min-Ho. Apa kau tidak kenal ? aku rasa dia artis yang cukup popular untuk dikenal.”

Min-Gi terkejut. “Dia artis ?”

“He’eh. Dan aku pikir, sepertinya dia yang kau temui di Kolumbia. Karena beberapa minggu yang lalu dia menggelar konser disana, dan dia juga pergi ke Cano. Tidak salah lagi, pasti dia yang kau temui.” Jelas Kay panjang lebar.

“Apaaa ?” sungguh ! hari ini banyak kejutan yang diberikan untuknya. Ia hanya mampu melongo melihat Kay.

“Kemarin aku mau sampaikan, tapi aku lupa. Mian” lelaki itu memberikan tatapan memohonnya ke Min-Gi.

Min-Gi mendengus. “Oh, baiklah. Yasudah, lupakan. Kelihatannya dia sombong sekali.” Gadis itu bergumam dan menengok ke dalam rumah. Kay mengikuti arah pandang Min-Gi. Ia tersenyum geli.

“Memang. Terlalu kaku untuk dekat dengan seorang wanita. Haha” Kay terbahak mendapati ekspresi Min-Gi yang kebingungan. Mereka sangat mirip sekali. Kembar dalam fisik tapi jauh berbeda dengan sifat. Kay bersifat seperti musim semi yang hangat, menyenangkan dan selalu membuat orang-orang disekitarnya merasa nyaman, tapi tidak bagi Min-Ho, ia terlalu dingin seperti salju yang datang kala winter menyapa, terlalu datar dan tanpa ekspresi seperti halnya salju yang turun tanpa peduli pada umpatan orang-orang yang merasa terganggu dengan adanya salju itu.

Min-Gi tersenyum getir kala mengingat beberapa penggal memori yang terjadi dalam dua minggu terakhir ini, saat ia dipertemukan dengan Choi Min-Ho di Cano Crystales, dan dibandara Incheon, dan juga saat dengan mati-matian dia meyakinkan Kay bahwa orang yang selama ini dia temui itu adalah Kay, dan betapa merasa bodohnya dia,  kenapa ia tidak pernah sadar bahwa banyak orang yang kembar didunia ini. Tapi ini sepenuhnya juga salah Kay ! Min-Gi melirik ke arah lelaki itu yang msih tersenyum menatapnya. Ia mendengus kesal.

“Min-Gi yaa… sedang apa kamu diluar. Cepatlah kemari. Ajak Kay masuk.” Suara eomma terdengar hingga ke pintu luar. Dengan cepat Min-Gi menarik tangan Kay dan menggiringnya masuk ke dalam ruang makan.

Tanpa Min-Gi sadari, Kay merasa ada yang aneh dengan detakan jantungnya saat tangan Min-Gi menarik tangannya. Ia sedikit… gugup.

 

∞*∞

Ruang makan sangat ramai dengan perbincangan para orangtua. Hanya Min-Gi, Kay dan Min-Ho yang diam membisu. Posisi duduk mereka kini berhadap-hadapan, di bagian kiri posisi meja, di huni oleh keluarga Kay, dan posisi bagian kanan meja di huni oleh keluarga Min-Gi. Mereka bertiga jadi merasa canggung. Tak lama kemudian terdengar suara Indra yang memecahkan keheningan antara ketiga orang remaja itu.

“Giya, sekarang saatnya appa memberitahukanmu alasan kenapa appa datang mendadak.” Indra Anggara berhenti sejenak sembari memperhatikan putrinya. “sebenarnya tidak bisa dibilang mendadak juga sih, karena hal ini sudah kami rencanakan.” Ia pun melirik ke arah sahabat dan istrinya. Min-Gi menelan ludah, tidak biasa ayahnya seserius ini. Ia jadi ngeri.

“Inti dari semua ini adalah,” kini ayah Kay yang melanjutkan kalimat yang sedikit tertunda, ia melihat satu persatu anaknya dan beralih ke Min-Gi dengan tatapan lembut, tapi terlihat tatapan penegasan disana. “Kami akan mengadakan acara pertunangan untuk kalian berdua, kamu Min-Gi dan Choi Min-Ho, anakku.” Terang ayah Kay.

“Apaa ???” pekik Min-Gi dan Min-Ho bersamaan. Kalimat yang meluncur dari bibir lelaki tua itu mampu mengejutkan Kay, Min-Gi dan tentunya Min-Ho sendiri. Ia sudah diberitahukan bahwa ia akan dijodohkan dengan anak sahabat orangtua nya, tapi dia tidak menyangka bahwa pertunangan ini akan di laksanakan secepat perkiraannya.

Choi Min-Ho melirik tajam ke arah ayahnya dan berganti menatap tepat dimanik mata Min-Gi yang kini juga sedang menatapnya kaget. Dan karena wanita ini pula ia telah kehilangan wanita yang dicintainya.

♪♪*♪♪

~To Be Continue~